Satu Cinta Abadi
Seperti kau lihat,setiap hari aku semakin mencintaimu.
Hari ini lebih besar dai kemarin dan lebih sedikit dari pada hari esok.
-RESAMONDE GERARD
Salah satu pasien favorit kami telah beberapa kali keluar masuk rumah sakit kecil kami di pinggiran, dan kami semua di bagian operasi-medis sudah menjadi cukup akrab dengannya serta suaminya. Meski mengidap kanker parah serta rasa sakit yang diakibatkannya, dia selalu memberikan senyuman atau pelukan kepada kami. Setiap kali suaminya datang berkunjung, dia berbinar. Sang suami pria yang baik, sangat sopan, serta seramah sang istri. Aku menjadi cukup akrab dengan mereka dan selalu senang merawat perempuan itu.
Aku mengagumi ekspresi cinta mereka. Setiap hari sang suami membawakan istrinya bunga segar dan senyuman, lalu duduk di sebelah tempat tidurnya saat mereka berpegangan tangan dan berbicara tenang. Ketika rasa sakit menjadi teramat sangat dan sang istri menangis atau menjadi bingung, sang suami dengan lembut memeluknya dan berbisik hingga sang istri bisa beristirahat. Dia menghabiskan setiap waktu yang ada di samping tempat tidur sang istri, membantunya menyeruput sedikit air dan membelai alisnya. Setiap malam, sebelum pulang, sang suami menutup pintu sehingga mereka bisa menghabiskan waktu hanya berdua. Setelah dia pergi, kami akan mendapati sang istri tidur dengan damai dengan senyuman di bibirnya.
Namun, malam ini segala sesuatunya berbeda. Begitu aku memasukkan laporan, para perawat siang memberitahu kami kondisi perempuan itu terus memburuk dan tak akan bisa melewati malam. Meski sedih, aku tahu inilah yang terbaik. Setidaknya temanku tidak akan lagi merasa sakit.
Aku meninggalkan laporan dan terlebih dulu memeriksa perempuan itu. Saat aku memasuki ruangan, dia bangun dan tersenyum lemah, namun napasnya berat dan aku bisa melihat itu tidak akan berlangsung lama. Sang suami duduk di sebelahnya, juga tersenyum, dan berkata, "Kekasiku akhirnya akan mendapatkan hadiahnya."
Mataku berkaca-kaca, jadi aku bertanya apakah mereka membutuhkan sesuatu dan langsung pergi. Sepanjang malam aku menawarkan perawatan dan ketenangan, dan sekitar tengah malam perempuan itu meninggal dengan tangan sang suami masih menggenggeam tangannya. Aku menghibur lelaki itu, dan dengan air mata mengalir di pipi dia berkata, "Bolehkah aku sejenak bersamanya saja?" Aku memeluknya dan menutup pintu di belakangku.
Aku berdiri di luar ruangan, mengusap air mata dan merindukan temanku serta senyumannya. Dan aku bisa merasakan kepedihan sang suami di hatiku sendiri. Tiba-tiba dari dalam ruangan muncul suara pria paling indah yang pernah kudengar sedang menyanyi. Betapa suara itu mengalun menembus lorong, sungguh nyaris menghantui. Semua perawat lain keluar ke lorong untuk mendengarkan saat pria itu menyanyikan "Beautiful Brown Eyes" dengan suara sangat lantang.
Ketika nada itu melemah, pintu terbuka dan pria itu memanggilku. Dia menatap mataku dan memelukku sambil berkata, "Aku menyanyikan lagu itu untuknya setiap malam sejak pertama kali kami bertemu. Biasanya aku menutup pintu dan merendahkan suaraku sehingga tidak mengganggu pasien lainnya. Tapi aku harus memastikan malam ini dia mendengarku karena dia sedang dalam perjalanan ke surga. Dia harus tahu dia akan selalu menjadi cinta abadiku. Tolong sampaikan permintaan maafku kepada siapa saja yang sudah terganggu. Aku hanya tidak tahu bagaimana akan menghadapi hidup tanpa dirinya, tapi aku akan terus menyanyi setiap malam untuknya. Apakah menurutmu dia akan mendengarku?"
Aku menganggukkan kepala "ya", tak mampu menghentikan air mataku. Dia kembali memelukku, mencium pipiku dan berterimakasih kepadaku karena sudah menjadi perawat serta teman mereka. Dia juga berterimakasih kepada para perawat lain, lalu berbalik dan menyusuri lorong, punggungnya terkulai, bersiul menyanyikan lagu itu.
Ketika melihatnya pergi, aku berdoa akupun suatu hari nanti akan mengenal cinta semacam itu.
oleh Christy M. Martin
With love,
Dedott :)