Kamis, 19 Januari 2012
Kesetiaan Hujan
Hujan selalu setia padaku. Lihat saja, saat aku senang, hujan datang. Begitu pula saat aku sedih, hujan akan ada menemaniku. Kadang, ketika hatiku sedang benar-benar tak tentu, ia turun begitu deras. Rasanya, dia mengerti apa yang aku rasakan, maka ia ikut menangis.
Berlama-lama memandangi hujan dari jendela kelas, waktu seakan berhenti. Seolah hanya ada saat itu. Saat-saat tetes demi tetes air jatuh dari langit yang muram, turun lewat atap, dan akhirnya jatuh mengalir mengikuti aliran selokan di depan kelasku. Seandainya saat ini waktu menjadi abadi, aku tidak akan menolak. Bahkan aku tidak keberatan menghabiskan sisa hidupku hanya untuk sekedar memandangi hujan.
Jika waktu abadi di saat seperti ini, tentu saja aku usah memikirkan tugas-tugas yang menumpuk, nilai-nilai ujianku, atau mendengarkan ceramah guruku di depan kelas, yang nyatanya kalah oleh alunan musik dari headset yang sejak awal pelajaran sudah terpasang di telingaku.
Aku juga tidak perlu repot mengurusi masalah-masalah hidup yang tiap saat mengganggu pikiranku. Saat waktu berhenti dan menjadi abadi, masalah serumit apapun toh tidak perlu menemukan penyelesaian. Semua menjadi tidak penting lagi.
Dan semua akan menjadi sederhana. Hanya aku dan hujan dalam keabadian. Bukankah itu sangat sederhana? Kata orang, bahagia itu sederhana. Dan dengan mencintai kesederhanaan itu sendiri, aku merasa bahagia. Jadi sekarang, melalui jendela kelasku, aku kembali memandangi hujan. Hatiku menjadi lebih damai. Sejenak melupakan masalah-masalahku. Aku menikmati waktu abadiku ini, dan aku tau, hujan akan tetap setia.
With love,
Dedott :*
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar