Selasa, 25 Oktober 2011

"Mama Aku Minta Sembuh"

     "Mukamu tampak pucat hari ini," Ujar temannya memberi tahu. "Bibirmu juga putih sekali. Apa kamu sakit?" 
     Gadis itu hanya menggeleng. "Aku baik-baik saja," Katanya sembari melontarkan senyumnya.
     Sepeninggal temannya, gadis itu mulai berfikir. Apa bedakku kurang tebal hari ini, sehingga wajah pucatku kelihatan? Apa lipgloss yang kupakai juga kurang tebal, sampai-sampai bibirku berwarna putih? Kemudian ia bergegas ke kamar mandi sekolah. 
     Gadis itu berkaca pada cermin kecil di dompetnya. Dan menemukan bahwa wajahnya benar-benar terlihat pucat di cermin itu. Putih seperti mayat. Sial, aku tidak membawa bedak. Umpatnya dalam hati. Ia hanya membawa lipgloss di sakunya. Cepat-cepat dioleskan lipgloss itu ke bibirnya. Tapi toh tetap saja sisa-sisa kepucatan itu masih terlihat.
     Tiba-tiba gadis itu merasakan ada sesuatu yang aneh pada dirinya. Dadanya terasa sesak dan kepalanya mulai berdenyut. Ia memegangi lehernya yang serasa tercekik, sakit. Setelah terbatuk beberapa kali, cairan merah itu akhirnya keluar dari mulutnya. Darah. Sang gadis buru-buru merogoh sakunya, mencari-cari tisu yang biasanya ia bawa. 
     Darah segar masih keluar untuk beberapa saat. Perih dan nyeri harus dirasakan gadis itu. Saat akhirnya darah berhenti mengalir, ia membersihkan sisa-sisa darah di sekitar mulutnya, mencegah bercak merah itu mengenai seragam sekolahnya. Ingin rasanya ia menangis, namun ditahannya air mata itu. "Ini hal yang biasa, hadapi dengan biasa," bisiknya pada dirinya sendiri.
     Dirapihkan bajunya, dan keluar dari kamar mandi dengan sikap tenang, seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Ia sudah terlambat mengikuti pelajaran biologi, namun sang guru acuh tak acuh saat ia memasuki kelas. Alih-alih mendengarkan gurunya menerangkan di depan kelas, ia malah sibuk mencoret-coret buku catatannya, berusaha menghalau perasaan aneh semacam yang baru ia rasakan. Dan saat akhirnya bel pulang berbunyi, ia bersyukur pada Tuhan karena menguatkan ia untuk bisa melewati hari itu.
     Kamarnya adalah tempat paling nyaman bagi gadis itu,tempat ia mencurahkan semua yang ia rasakan. Dan karena saat itu ia merasa ia lemah dan lelah, ia menangis dan menangis. Ia benar-benar lelah dengan semua yang ia alami.
     "Jangan menangis, anakku," Suara lembut Mamanya tiba-tiba terdengar disampingnya.
     Gadis itu hanya mendongakkan kepalanya. Ia tahu, Mamanya bisa merasakan kepedihannya.
     "Kenapa aku tidak boleh menangis Mama?" Tanyanya lugu kepada Mamanya.
     "Karena Mama tahu kamu gadis yang kuat. Kalau kamu tidak menangis, Mama akan menghadiahkan apapun yang kamu mau,apapun yang kamu suka," Jawab Mamanya seraya membelai rambut anaknya.
     "Benarkah? Mama akan memberikan apapun yang aku mau?" 
     "Ya, tentu saja,asalkan kamu tidak menangis lagi," Sang Mama berusaha meyakinkannya. "Satu lagi, menangis akan membuatmu sulit untuk sembuh, nak."
     "Kalau aku minta kesembuhan, apa Mama akan menghadiahkannya untukku?"
     Mamanya hanya menatap lemas bidadari kecilnya, matanya mulai berkaca-kaca, giginya bergemeretak.
     "Itu hadiah yang hanya bisa diberikan Tuhan, sayang. Mama hanya bisa mencintaimu, bukan menyembuhkanmu. Mama yakin kamu bisa melewatinya. Tuhan sayang padamu. Jika kamu kuat dan tidak menangis lagi, Tuhan akan memberi hadiah kesembuhan padamu."
     Senyum Mamanya membuatnya tenang. Dan gadis itu akhirnya mencoba ikut tersenyum, menghapus sisa air mata di kedua pipinya.
     "Aku bisa, aku kuat."

With love,
Dedott :*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar