Cerpen ini saya ambil lagi dari buku kumpulan cerpen terjemahan Chicken Soup, seperti cerpen sebelumnya. Kali ini saya ambil cerpen karangan Cheryl Costello, judulnya Cat Jari dan Krayon. Saat pertama kali membacanya, saya juga bingung apa makna yang mau disampaikan penulis, tapi setelah saya pahami, ternyata cerpen ini mengangkat tema perbedaan warna kulit :)
Dengan kapur ia menuliskan namanya di papan tulis kosong. Lalu duduk di mejanya tanpa banyak omong. Selama lima belas menit, tanpa berkata-kata. Sampai murid terakhir, duduk tak bersuara. Lalu ia berdiri di depan mereka, dan memberitahukan namanya. Kemudian dengan sopan meminta, setiap murid melakukan hal serupa. Lalu tanpa keraguan, ia mengambil setumpuk kertas dari dalam tasnya. Dan membaginya menjadi dua, satu putih, yang lain hitam.
Dan sengaja perlahan, dengan senyum bermakna tak jelas, Ia mulai membagikan kertas, di seluruh kelas. Dan setelah semua mendapat selembar; ia meneruskan di depan mereka. Mengambil dua tumpuk krayon, satu putih, satu hitam jelaga. Dan mengambil sebuah lukisan, dari balik meja. Lalu memasang celemek pelukis, di atas gaun birunya.
Dan kepada semua, ia berbicara dengan nada tenang, “Sudah bertahun-tahun aku melukisnya, di rumahku”, Ia berdiri menatap lukisan itu, warna-warni cerahnya menyatu. Di atas cakrawala luas, bertengger matahari bak ratu. Memang bukan karya Rembrandt, Piccaso, atau Michelangelo yang permai. Tapi tetap indah; kehadirannya memancarkan damai. Dan lukisan itu pasti telah memakan begitu banyak waktu. Setiap warna yang ada, seolah menyatu
Karena itu amat mengherankan,apa yang disaksikan mereka. Tindakan yang mengejutkan, dilakukan tepat di depan mata semua. Dengan cat jari yang kini terkumpul, dan terbuka di atas meja. Ia menorehkan di tangan, warna tanpa batas. Lalu seperti kehilangan akal, mencoretkannya di kertas. Lukisan yang tadi begitu indah . . . kini tampak memelas. Sama sekali tak masuk akal, mereka tidak mengerti
Saat duduk dan melihat guru mereka, menyeka tangan dari lumuran cat kelam. Lalu ia mengambil krayon, dan membagikannya ke seluruh meja. Dan menyerahkan pada setiap murid, warna pilihannya. “Sekarang,” katanya pada mereka, “Aku ingin kalian sendiri, Menciptakan lukisan penuh keindahan, tanpa rasa benci.”
Mulut-mulut membuka lebar; gumam memenuhi ruangan mereka. Dan murid saling pandang, saat pertanyaan tak terucap bergema. Karena murid dengan kertas putih, diberi krayon berwarna serupa. Dan murid dengan krayon hitam, diberi kertas berwarna senada
Dan bagaiman bisa tercipta karya indah, tanpa nuansa warna-warni. Mereka merasa yakin, sang guru sedang menguji
‘’Guru,” terdengar seorang murid, “aku tak yakin bisa membuatnya”. Menatap krayon putih, dan kertas putih di tangannya
Sunyi menyelimuti ruang; merayap perlahan. Membuat suara lembut sang guru, meledak mengejutkan.
“Kalian semua punya masalah serupa, kalian semua punya kemampuan menyelesaikannya. Tapi hanya murid berpikiran terbuka, akan bisa menyelesaikannya.”
Menit-menit berlalu, kelas hampir selesai. Dan tak ada satupun murid, tahu cara memulai. Dan ketika bel berdering, dan mereka bergegas berdiri. Sang guru berkata tegas, menyuruh mereka kembali.
“Sebelum meninggalkan kelas ini, aku rasa kalian semua harus tahu. Untuk tugas ini kalian gagal, karena tak ada upaya, tak ada yang mau. Dan besok serta hari berikutnya, tugas kalian tetap ini. Dan mereka yang gagal di kelasku, hanya bisa menyalahkan diri sendiri.”
Keesokan hari serta lusa, para murid tak tahu bagaiman cara melakukan. Sampai akhirnya, sebuah pemecahan, mulai muncul ke permukaan. Ketika seorang murid dengan krayonnya, dan kertas yang sama berwarna hitam. Menoleh kepada murid di belakangnya dan bertanya, “Boleh aku pinjam?”
Murid itu ragu, tapi lalu menyerahkan krayon putihnya. Dan akhirnya tugas itu, tak lagi terlihat seperti bencana. Karena semua murid yang ada, saling menukar krayon di seluruh kelas. Dan yakin telah menemukan jawaban, wajah mereka ceria lepas. Dan tepat ketika semua murid mulai menggambar, di atas halaman kosong. Guru yang tadinya mulai mereka anggap, agak berotak kosong, Mengumpulakan semua lembarn dank rayon, tanpa komentar
Lalu berbicara keras,
“Terima kasih, kalian telah membuat harapan di hatiku mekar. Ketahuilah, aku ingin kalian sadar, jika ingin mencipta Lukisan penuh keindahan, tanpa kebencian yang tertera. Pertama-tama kalian harus mengakui, bahwa memang ada masalah. Dan bahwa pemecahannya, bisa ditemukan di antara kalian, di tengah-tengah. Dan bahwa rasialisme adalah sebuah masalah, kita semua harus menghadapinya. Bekerja sama sebagai satu kesatuan, sebelum telanjur membayar akibatnya. Dan dengan mata terbuka serta hati terbuka, kita harus melihat menusianya, bukan warna kulit mereka. Dan memahami, bahwa rasialisme harus harus berakhir, segera.
Karena bersama kita satu keluarga, kita menangis meneteskan air mata, kita semua merasakan duka lara. Dan meski kita seolah tak merasakannya, itulah kenyataannya. Karena krayon hanyalah warna, demikian juga warna kulit kita semua.”
Murid-murid melihat ke sekeliling ruangan, berbagai warna pada kulit mereka. Ketika pesan yang ingin disampaikan, mulai terbuka. Bahwa masing-masing sedang mencoba merenungkan: bahwa memang mereka sama. Gemeresak kertas bergeser, dan deham di seluruh ruangan kelas. Menggambarkan sesuatu yang penting, bahwa memperebutkan krayon adalah perbuatan bodoh dan culas. Saat itulah semua sadar, makna kertas dan krayon satu warna. Untuk membuktikan bahwa semua butuh warna yang lain, untuk membantu mengisi kekosongan kertas mereka.
Keheningan menyelimuti ruangan, ketika seorang murid mengacungkan jari. Lalu berbicara penuh keraguan,
“Tapi aku tidak mengerti… Kenapa kau mengambil lukisanmu, yang tampaknya sangat kausukai, Mengumpulkan cat jarimu, dan menghancurkannya sekali jadi.”
Kesedihan memenuhi wajah sang guru, di pipi berderai air mata duka
Dan dalam kata-kata pelan penuh perasaan, ia mulai bicara
“Untuk menunjukkan kepada kalian bahwa semua warna-warna bisa indah, tapi juga bisa menghancurkan diri. Semua karya dan kesayangan kita,semua yang kita nikmati. Dan dengan menghancurkan sesuatu yang aku sayangi, untuk menunjukkan pada kalian semua . Bahwa rasialisme menghancurkan keindahan dalam diri kita juga, Dan bahwa berkelahi karena warna , adalah tindakan merusak jiwa.”
With love,
Dedott :*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar