Hidup paling berharga bila dilakukan untuk sesuatu yang bermakna abadi ~ William James
Setiap bangun tidur aku menyibakkan selimut yang melibat tubuh hangatku dan melihat ke sekeliling kamar. Aku melihat foto-foto keluarga yang penuh kenangan, meja rias mahoni favoritku, dan tentu saja manik-manik kesayanganku yang tergantung d jendela. Aku tidak bisa membayangkan hidup tanpa dikitari keluarha yang menyayangiku, atau tanpa atap yang mengitariku dari udara malam.
Bulan Juli lalu, aku mengikuti perjalanan misi ke Monterrey, Mexico, dengan kelompok remajaku. Aku duduk di bus selama dua hari, tidak tahu akan melihat apa. Teman-temanku di bus menggambarkan semua jenis kutu di panti asuhan yang akan emnjadi tempat kerja kami selama satu minggu. Mereka mengatakan betapa kotornya tempat itu dan betapa berbahaya jalan-jalannya. Diam-diam aku berharap, entah bagaimana, bus kami akan berputar balik. Tapi hal itu tak pernah terjadi. Pada malam pertama kedatangan kami, seorang pria berkata, "Kita datang kesini bukan untuk mengubah Mexico, tapi sebaliknya, Mexico akan mengubah kita."
Setiap pagi, selama setengah jam perjalanan dengan bus menuju panti asuhan, aku memikirkan betapa sebentarnya tidurku semalam, betapa capainya aku, dan betapa panasnya di salam bus yang tidak ber-AC. Tapi, begitu panti asuhan terlihat, semua perasaan itu sirna. Anak-anak penghuninya akan berlarian ke pagar, berteriak, dan melompat-lompat karena akhirnya kami sudah datang.
Pada hari pertama aku berjalan hati-hati di dalam pintu loogam panti. Aku melihat seorang gadis kecil dengan wajah tersenyum lebar. Ketika aku berjalan mendekatinya, ia memelukku. Aku melihat ke sekeliling, ke semua anak yang lain. Semua tersenyum. Mereka tidak sedih, atau mengeluhkan hidup serta kondisi mereka.
Aku bertemu seorang bocah perempuan di panti asuhan bernama Erica. Ia berambut hitam pendek dan di bawah hidungnya ada parut besar. Aku menggendong dan mengayun-ayun tubuhnya. Ia memekik tertawa. setiap kami datang, ia selalu berlari mendekatiku, memeluk dan menciumku. Aku mulai menunggu-nunggu saat itu.
Sepanjang waktu, aku berpikir. Siapa yang tega meninggalkan anak semanis ini? Aku melihat anak-anak yang lain di panti asuhan itu. Mereka tidak bertengkar memperebutkan mainan yang kami bawakan. Malah mereka saling berbagi, karena mereka ingin semua anak merasakan kebahagiaan dengan mainan-mainan baru itu.
Pada hari terakhir, anak-anak itu menyanyikan lagu untuk kami. Rose, wanita pengurus panti, mengatakan bahwa salah satu dari mereka ingin membagi ceritanya dengan kami. Aku heran ketika Erica maju dan bicara. Ia tersenyumkepadaku dan memulai ceritanya: "Aku sangat bahagia berada di panti asuhan ini. Bahagia, pikirku. Siapa yang akan bahagia tinggal di panti asuhan? "Ketika aku tinggal di rumahku," ia melanjutkan, "Orang tuaku suka memukuliku. Mereka melemparkanku ke dinding dan melukaiku."
Ketika ia selesai bercerita, aku berlari menghampiri dan mengatakan betapa bangganya aku padanya. Aku menunduk dan memandang luka dekat hidungnya. Sekarang aku tahu apa penyebabnya.
Aku takkan melupakan hari kepergian kami. Semua menangis. Aku memeluk Erica selama 15 menit, terlalu takut untuk melepaskannya. Aku mencium lukanya, sekali lagi, untuk menghapus kenangannya. Ku katakan bahwa aku mencintainya. Ia berhenti menangis dan tersenyum. Ketika waktu kami dan anak-anak itu sudah habis, mereka kembali melambai-lambaikan tangan dari balik pagar. Kali ini mengucapkan selamat tinggal.
Ketika sampai di rumah, aku mengamati kamarku saat membongkar koper. Aku melihat semua pakaianku yang ada di lemari, dengan gantungan berwarna-warni. Di depan mataku berkelebat bayangan lemari Erica yang berisi dua helai blus. Ia mencoba memberiku salah satu boneka binatangnya untuk membalas persahabatan kami. Kukatakan aku tidak memerlukannya. Ia mengatakan ia juga tidak memerlukannya karena mempunyai dua. Erica baru berumur tujuh tahun. Aku akan memerlukan banyak waktu untuk mempelajari apa yang sudah diketahuinya.
oleh JoLyinn Shopteese
With love,
Dedott :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar