Rabu, 09 November 2011

Kamu Bisa :)

       Dulu, saat aku dan kamu, kita, akan berpisah, kamu memaksaku untuk tetap tinggal. Matamu berkaca-kaca, dan sambil menggenggam tanganku kamu berkata,
      "Kamu inget ngga, dulu waktu kita liat bintang berdua pas ultah jadian kita yang ke-6 bulan, kamu bilang sama aku, kita bakalan terus sama-sama. Walaupun kita jauhan dan nggak bareng-bareng, tapi kita ngga akan pisah. Kamu inget kan pernah bilang gitu sama aku, sayang?"
      Tanganmu makin erat menggenggam kedua tanganku, aku tahu kamu ingin menangis. Waktu itu, bisa saja aku memintamu untuk menangis. Menurutku, kamu tidak perlu menyembunyikan perasaanmu. Menangis tidak selalu berarti lemah. Tapi aku juga tahu, kamu tidak akan pernah menangis di depanku. Gengsimu sebagai lelaki yang melarangnya.
      "Kenapa kamu cuma diam?" Sekali lagi kamu bertanya. Kali ini tanganmu memegang bahuku. Tapi aku tidak akan mau menatap matamu walaupun kamu memaksaku. Aku lebih memilih untuk tetap diam. Dan waktu itu, aku merasa lebih baik tetap menunduk daripada memandang wajamu, wajah laki-laki yang dulu amat kusayangi.
      "Terlalu banyak kenangan yang udah kita buat. Terlalu banyak waktu yang aku lalui sama kamu. Aku ngga akan bisa kalau tanpa kamu. Aku ngga akan bisa lupain semuanya." Kamu masih mencoba mempengaruhi aku, membujukku untuk tinggal. Apa kamu tahu, semakin banyak kamu mengungkit, semakin aku ragu dengan keputusan awalku. Tapi aku tahu apa yang seharusnya aku lakukan.
      Kulepaskan kedua tanganmu dari bahuku, dan beranjak duduk di bangku. Dengan langkah gontai, kamu mengikutiku. Kali ini, kamupun ikut menunduk. Mungkin kamu sudah mulai lelah bicara padaku dan meyakinkan aku, tapi aku salah.
      "Kalo ngga ada kamu, siapa nanti yang tiap pagi aku dengar suaranya? Siapa yang ingetin aku makan dan belajar? Siapa yang aku curhatin lagi kalau aku punya masalah? Siapa nanti yang aku beliin eskrim tiap hari minggu? Siapa yang peluk aku kalau aku lagi lemah? Siapa yang bakal nyanyiin lagu buat aku tiap aku mau tidur? Hubungan kita udah lebih dari setahun dan harus berakhir sampai sini? Aku ngga bisa kalo tanpa kamu..."
      Pertanyaan-pertanyaan kamu waktu itu membuat aku hampir menangis. Mataku sudah panas dan sebentar lagi butir-butir bening bening air siap jatuh. Tapi untuk waktu itu, hanya sekali itu, aku menahannya untuk kamu. Aku tidak ingin pertemuan terakhir kita rusak karena air mataku. Andai kamu tahu, malam sebelum hari itu aku sudah menumpahkan banyak air mataku untuk kamu, untuk kenangan kita, untuk bintang yang kita lihat bersama, untuk eskrim yang kita makan tiap hari minggu, untuk boneka kelinci yang kamu beri saat ulang tahunku, untuk setiap lagu yang kamu cipta untukku, untuk pelukanmu yang selalu kuatkan aku, untuk semua perhatian yang kamu beri tiap detik, dan untuk ribuan hal indah lain yang kamu lakukan hanya untukku.
      "Aku minta maaf karena ngelakuin ini sama kamu. Aku ngga bisa nepatin janji-janji yang dulu kita buat. Kalau harus milih, aku juga ngga mau ninggalin kamu. Tapi ini demi masa depan aku. Aku minta maaf.."
      "Tapi aku ngga bisa kalau ngga ada kamu!"
      Tiba-tiba kamu membentakku. Mungkin sebagai wujud putus asa dan kekecewaan kamu padaku, yang hanya bisa meminta maaf. Aku kembali menunduk. Aku rasa, tanpa perlu aku banyak bicara, kamu sudah mengerti bahwa memang ini yang terbaik untuk kita berdua. Bukankah sebelumnya kita sudah sering membicarakannya?
      "Kamu bisa sayang. Aku yakin kamu bisa tanpa aku. Kamu percaya kan? Kamu kuat. Kalau Tuhan mengijinkan, mungkin suatu saat nanti kita dipersatukan lagi. Kamu harus ingat, hanya karena kita terbiasa bahagia dengan seseorang, bukan berarti kita tidak bisa bahagia kalau tanpa dia."

Setelah berkata seperti itu, aku memelukmu dan meminta maaf untuk terakhir kali. Aku meninggalkan kamu yang terdiam dan terus saja memandangiku. 
      Aku tahu aku jahat. Tapi, waktu itu aku sama sakitnya dengan kamu. Siapa yang tidak sedih jika harus meninggalkan orang yang kita sayang? Tapi aku menyerah pada keadaan. Waktu itu aku belum siap jika harus menjalin hubungan yang terpisahkan oleh jarak yang begitu jauh. Aku rasa hal itu tidak akan berhasil. Maka aku memilih untuk mengabaikan kamu yang terluka. 
      Kamu bilang bahwa kamu tidak akan bisa tanpa aku. Tapi seiring berjalannya waktu, aku tahu hal itu tidak lagi berlaku. Siapapun, tidak ada yang siap untuk kehilangan seseorang yang berarti bagi dia. Tapi bagaimanapun juga, mau tidak mau, kita harus menerimanya. Rasa sakit adalah pembelajaran. Bila dalam suatu hubungan kamu masih sering bersikap egois, pemaksa, atau pemarah, setelah putus kamu harus belajar bahwa hal itu salah, bahwa mungkin karena hal itu hubungan kalian berakhir. Dan kamu harus menyadari bahwa hal itu salah dan mencoba untuk bersikap lebih baik lagi dalam hubunganmu yang selanjutnya. Bila sudah seperti itu, berarti kamu sudah  belajar :)
      
Finally, kamu bisa tanpa aku. Mungkin sekarang kamu sudah bisa tersenyum tanpa aku. Kamu mungkin sudah melupakan rasa sakitmu. Aku tahu kamu belajar dari hubungan kita dulu. Mungkin kamu sudah temukan seseorang yang baru saat ini. Ya, kamu bisa. Maka, selamat berbahagia! :)

With love, 
Dedott :*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar